Dari
segi psikologi atau kejiwaan, pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada
melemahnya fungsi pengendalian diri (self control) terutama terhadap naluri
agresivitas seksual. Demikian pula halnya dengan penggunaan NAPZA terutama
alkohol dan amphetamin (ekstasi, shabu-shabu, inex).
Berdasarkan
hasil survey Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di kota
besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, sebanyak 97% dari responden pernah
menonton film porno, sebanyak 93,7% pernah ciuman, sebanyak 62,7% remaja yang
duduk di bangku SMP pernah berhubungan intim, sedangkan 21,2% siswi SMU pernah
menggugurkan kandungan.
Pornografi
dan pornoaksi dapat memicu dan merupakan provokator tindakan-tindakan
agresivitas sekseual sebagai akibat lepasnya kontrol diri. Oleh karena itu
provokasi pornografi dan pornoaksi yang terbuka terus-menerus dan melampui
batas akan berdampak pada :
1. Pergaulan
bebas (hubungan seks di luar nikah) semakin meningkat
2. Perselingkuhan
semakin meningkat
3. Pelacuran
semakin meningkat
4. Kehamilan
di luar nikah semakin meningkat
5. Aborsi
semakin meningkat
6. Anak
yang dilahirkan di luar nikah semakin meningkat
7. Kekerasan
seksual (perkosaan) semakin meningkat
8. Perilaku
seksual menyimpang (sexual deviation) semakin meningkat, misalnya homoseksual,
lesbian, incest (hubungan sedarah), pedofilia, dsb.
9. Penyakit
kelamin semakin meningkat
10. HIV/AIDS
semakin meningkat
Dari uraian tersebut cukup jelas bahwa
baik perilaku hubungan seks di luar nikah ataupun pelacuran, pornografi dan
pornoaksi dengan segala dampaknya itu yang dirugikan adalah kaum perempuan.
Khususnya pada pelacuran serta pornoaksi yang terjadi adalah eksploitasi
seksual komersial atas kaum perempuan. Dari aspek ini, pornografi dan pornoaksi
merupakan pelanggaran dan pelecehan terhadap HAM karena merendahkan derajat,
martabat, harkat dan kehormatan kaum perempuan.
Selain itu, dampak pornografi dan
pornoaksi yang mengakibatkan penyebaran pernyakit kelamin termasuk HIV/AIDS
juga semakin meningkat. Berdasarkan laporan dari New York yang dikemukakan oleh
Media Indonesia (29 Agustus 2008) menyatakan bahwa penyebaran HIV/AIDS tiga
kali lebih cepat dibandingkan dengan di kota-kota besar lainnya. Sekitar 4.800
warga New York terinfeksi HIV pada tahun 2006. Warga kota New York yag positif
mengidap HIV diperkirakan mencapai 100 ribu orang. Dengan jumlah sebesar itu
kota tersebut dipandang sebagai pusat epidemi AIDS di Amerika Serikat. Laporan
tersebut menyebutkan tingkat penyebaran HIV di kota New York sebesar 72 per 100
orang. Sementara itu secara nasional tingkat penyebarannya sebesar 23 orang per
100 ribu orang.