Sejarah Perkembangan Pornografi di Indonesia

Rabu, 20 Februari 2013



Tak lama setelah Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pornografi di Indonesia mulai tumbuh subur. Seiring dengan makin banyaknya media massa cetak yang hadir kala itu, masyarakat disuguhi sajian-sajian pornografi, baik berupa tulisan maupun foto. Suguhan-suguhan pornografi tersebut juga dipublikasikan melalui buku-buku yang berisi tulisan-tulisan cabul dan gambar-gambar wanita telanjang.
Sebuah Koran terbitan 3 Juni 1953 menyebutkan, “Buku-buku dan bacaan cabul berisikan gambar-gambar perempuan Barat yang telanjang serta gambar-gambr cium-ciuman dengan bebas dibolehkan masuk di tanah air kita dan di Surabaya banyak dijual di Pasar Turi, Pasar Blauran, dan toko-toko buku lain yang terbuka untuk umum”.
Tahun 1950-an kasus-kasus pornografi yang terjadi cukup banyak. Misalnya, pada tanggal 24 Pebruari 1954, sejumlah majalah dan buku yang mengandung konten pornografi dikirim oleh Polisi Bagian Kesusilaan dan Jawatan Sosial kepada Kejaksaan Agung RI untuk diadili.
Tahun 1960-an, kembali ditemukan sejumlah media yang mengekspose pornografi. Pada tanggal 25 Oktober 1967 Pemerintah terpaksa memberengus sembilan penerbitan di Jakarta dan Bandung karena alasan menyebarluaskan pornografi.

Kasus penting dalam lintasan sejarah dunia pornografi di Indonesia yang patut dicatat adalah ketika beredarnya kalender Happy New Year 1984 Sexino. Inilah kalender pertama di Indonesia yang menampilkan gambar perempuan telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Beredarnya kalender ini benar-benar membuat masyarakat terkejut. Pemerintah pun segera bertindak cepat. Menteri Penerangan memberi perintah untuk memberi tindakan tegas kepada media cetak dan elektronik yang memuat, mempublikasikan, dan menyebarkan pornografi serta sadism.
Pornografi melalui media film mulai berkembang sejak digunakannya teknik film berwarna di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Pada tahun 1988 muncul dua film panas yang menghebohkan masyarakat. Kedua film itu segera ditarik oleh BSF (Badan Sensor Film) tapi setahun kemudian salah satu dari kedua film panas tersebut diloloskan oleh BSF dengan judul baru.
Di era reformasi, yang terjadi pada pertengahan tahun 1998, ketika katup kebebasan pers dibuka, pornografi seperti menemukan kembali lahan empuk nan subur. Pornografi tumbuh berkembang dan menyeruak semakin hebat. Ia menjadi komoditi yang potensial sebagai mesin penyedot uang yang sangat dahsyat di tengah masyarakat yang limbung karena didera berbagai krisis. Dari berbagai lini, masyarakat diserbu berbagai produk pornografi, baik berupa media cetak maupun VCD.
Pada perkembangannya kemudian, pornografi marak beredar dalam bentuk yang lebih canggih. Selain beredar melalui ponsel (handphone) satu ke ponsel lainnya, pornografi juga marak di dunia maya (internet).

1 komentar:

Martina Magdalena mengatakan...

thank you , ini bisa jadi bahan tambahan presentasi aku tentang pornografi

Posting Komentar